Beberapa Kesalahan dalam Sholat & Wudhu


Segala puji bagi Allah ta’ala. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah, segenap keluarga dan sahabatnya serta setiap orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.

Allah telah mewajibkan atas kita dalam setiap hari shalat lima kali. Tapi kaum muslimin berbeda-beda dalam praktek dan pelaksanaannya. Ada yang sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah dan ada pula yang belum. Oleh karena itu, wajib bagi setiap orang Islam berusaha untuk mendirikan shalat dengan sebaik-baiknya agar sempurna amal dan pahalanya. Sebelum itu semua, hendaknya dia berusaha agar seluruh amal perbuatannya ikhlas hanya karena Allah. Telah disebutkan, bahwa termasuk sebab berkurangnya pahala shalat adalah karena tidak sesuai dengan petunjuk Nabi r dalam shalatnya, padahal beliau pernah bersabda: “Laksanakanlah shalat kalian seperti halnya kalian melihat shalatku”. (HR. Bukhari). Demikian pula yang terjadi pada seseorang yang tidak sempurna dalam melakukan wudhunya, sedangkan Nabi r telah bersabda: “Siapa saja yang berwudhu sesuai dengan perintah dan melakukan shalat sesuai dengan perintah maka diampunkan apa saja yang telah berlalu”. (HR. Ahmad dan Nasa-i)

Saudara, saya persembahkan dalam karangan ringkas ini beberapa kesalahan kaum muslimin ketika mereka berwudhu dan saat mendirikan shalatnya agar kita mengetahui dan menjauhinya hingga kita semua mendapatkan pahala yang sesuai dengan hadits Nabi r: “Siapa saja yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya”.

Demikian, mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita dan menjadikan kita sebagai penyuluh kebaikan. Sesungguhnya Allah Maha mendengar dan mengabulkan segala doa dan permintaan hamba-hambaNya.

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM BERWUDHU:

Berbuat israf (berlebih-lebihan) dalam menggunakan air wudhu. Padahal sesuai riwayat Imam Bukhari, bahwasanya Nabi r berwudhu dengan satu mud air (kurang lebih 600 ml.) dan mandi dengan satu sha’ (4 mud) sampai dengan 5 mud air (kurang lebih 2.5 sampai dengan 3 liter ukuran kita sekarang). Imam Bukhari memberi komentar tentang hadits di atas: Para ulama membenci tindakan berlebih-lebihan ketika menggunakan air dalam wudhu dan tidak sesuai dengan tindakan yang telah dicontohkan Nabi r.

Tidak membasuh anggota wudhunya dengan sempurna hingga sebagian anggota masih tersisa belum terbasuh. Ini merupakan bentuk kekurangan dalam wuhdu. Nabi r bersabda: “Neraka wail bagi setiap mata kaki yang tidak terbasuh”. Beliau pernah menyuruh seseorang agar mengulangi wudhunya karena tidak membasuh sebagian tapak kakinya.

Sebagian kaum muslimin berkeyakinan bahwa membasuh kemaluan sebelum berwudhu adalah suatu kewajiban. Keyakinan ini adalah tidak benar. Siapa saja yang bangun tidur atau keluar angin lalu ingin berwudhu maka tidak wajib membasuh kemaluannya kecuali memang dia telah buang hajat.

Melakukan tayammum padahal dia memiliki air dan mampu untuk menggunakannya. Ini jelas keliru, karena ayat: “..lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih)”. (Al-Maidah: 6). Ayat tersebut sangat jelas bahwa melakukan tayammum itu tidak boleh um karena tiada air.

Sebagian kaum muslimin tertidur dalam masjid, jika shalat diiqamatkan dan dia dibangunkan oleh orang yang duduk di sebelahnya maka dia langsung berdiri dan ikut shalat tanpa mengulangi wudhunya. Kasus seperti ini, dia wajib berwudhu karena dia telah nyenyak dalam tidurnya. Tapi jika dia hanya mengantuk dan merasa sadar dengan orang-orang di sekitarnya maka dia tidak wajib mengulangi wudhunya.

Ada pula sebagian orang yang menahan kencingnya saat menemukan shalat, karena dia malas untuk wudhu lagi atau karena dia beranggapan bahwa shalat dengan menahan sesuatu itu lebih afdhal daripada shalat dengan tayammum. Ini adalah suatu bentuk ketidak tahuan dari orang bersangkutan, padahal Nabi r bersabda: “Tidak ada shalat di hadapan makanan dan tidak pula bagi orang yang menahan kencing dan berak”. (HR. Muslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang orang yang menahan sesuatu (kencing, angin atau berak), mana yang lebih utama antara seseorang yang melakukan shalat dengan wudhu sambil menahan sesuatu atau dia membatalkannya kemudian bertayammum karena tidak ada air?

Beliau menjawab: Shalat seseorang dengan tayammum tanpa menahan sesuatu lebih afdhal daripada shalatnya dengan wudhu tapi sambil menahan sesuatu. Shalat dengan menahan sesuatu ini adalah makruh hukumnya dan terlarang. Adapun mengenai sah tidaknya ada dua riwayat dari ulama. Sedangkan shalat seseorang dengan tayammum adalah sah tanpa ada unsur makruh sesuai kesepakatan para ulama, wallaahu a’lam.

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM SHALAT:
Mengeraskan bacaan Qur’an dan dzikir dalam shalatnya hingga mengganggu orang yang di sekitarnya. Nabi r bersabda: “Sesungguhnya salah seorang di antara lalian jika dalam shalat adalah memohon Rabbnya, maka jangan kalian keraskan bacaan Qur’an kalian karena akan mengganggu kaum mukminin”. (Al-Hadits)

Tidak menegakkan tulang sulbinya (tulang belakangnya) saat ruku’ dan sujud. Nabi r bersabda: “Tidak cukup shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang sulbinya (tulang berlakang) saat ruku’ dan sujud”. (HR. Imam Ahmad)

Saat bersujud tidak menggunakan anggota sujudnya yang berjumlah 7 buah, padahal Nabi r bersabda: “Kami disuruh untuk bersujud pada 7 buah tulang”. (HR. Bukhari)

Seperti contoh; sebagian kaum muslimin mengangkat salah satu atau kedua kakinya dari tempat sujud. Ada juga yang mengangkat hidungnya hingga tidak menempel dengan tempat sujud. Semua ini tidak benar.

Mematuk dan mempercepat dalam pelaksanaan shalat. Ini juga tidak benar, Nabi r bersabda: “Tindakan mencuri yang terburuk adalah seseorang yang mencuri dalam shalatnya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana seseorang dapat mencuri dalam shalatnya? Nabi r menjawab: “Dia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya”. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan yang lainnya)

Sebagian kaum muslimin yang masbuq (terlambat) berdiri untuk menyempurnakan kekurangan shalatnya sebelum imam menyelesaikan ucapan salam. Perbuatan ini tidak benar, berdasarkan hadits Nabi: “Sesungguhnya imam diadakan adalah untuk diikuti, jika dia bertakbir maka bertakbirlah dan jika dia ruku’ maka lakukan ruku’ (jangan mendahuluinya)”. (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, wajib bagi setiap masbuq menunggu imam menyelesaikan salamnya, kemudian baru menyempurnakan kekurangan shalatnya.

Demikian pula ada yang mendahului tindakan imam atau membarenginya atau bahkan menyelisihinya. Seperti melakukan ruku’, sujud atau berdiri sebelum imam atau membarengi imam atau ada juga yang amat terlambat dalam mengikuti imamnya. Seluruh tindakan ini tidak benar, tapi seorang makmum itu wajib mengikuti segala tindakan imamnya. Jika dia ruku’ maka ikutilah ruku’ dan jika bersujud maka ikutilah sujud tanpa mendahuluinya, membarengi atau mengakhirkan diri.

Sebagian kaum muslimin ada yang ketika melihat jamaah sudah mulai ruku’, maka dia mempercepat jalannya supaya mendapati ruku’ tersebut. Perbuatan ini adalah terlarang. Nabi r bersabda: ”Apabila shalat diiqamatkan maka janganlah kalian mendatanginya dengan setengah berlari, tapi datangilah dengan berjalan biasa dan penuh ketenangan. kemudian yang kalian dapati kerjakanlah dan yang telah ketinggalan maka sempurnakanlah”. (HR. Bukhari). Saat Abu Bakrah berlari dan memasuki shaf bersama jama’ah di tengah-tengah saat ruku’, maka Nabi r berkata kepadanya: “Mudah-mudahan Allah menambahi dirimu sifat tamak dalam kebaikan dan jangan kamu ulangi lagi (tindakan seperti itu)”.

Termasuk kesalahan adalah tidak meluruskan barisan, maka ada yang lebih maju, ada yang lebih mundur shafnya dan ada yang menjauh dari temannya. Seluruh tindakan ini tidak benar, tapi wajib bagi setiap orang yang ikut berjama’ah untuk meluruskan dan merapatkan barisannya hingga tidak menyisakan renggang sedikitpun untuk setan. Berdasarkan hal ini, hendaknya setiap individu menempelkan mata kakinya dengan mata kaki kawannya dan menautkan pundaknya dengan pundak temannya tanpa berdesak-desakan sebagaimana yang dulu dilakukan para sahabat.

Mendatangi masjid setelah memakan bawang merah atau putih atau rokok. Wajib bagi setiap jama’ah yang telah memakannya untuk tidak datang ke masjid kecuali telah hilang baunya karena dimasak. Nabi r bersabda: “Siapa saja yang telah memakan bawang merah atau putih, maka hendaknya dia memisahkan diri dari kami atau memisahkan dirinya dari masjid kami dan sebaiknya dia duduk saja di rumahnya”. (HR. Bukhari)

Dalam masalah ini, terdapat dua peringatan:
a)- Ada sebagian kaum muslimin yang berkilah agar tidak ikut shalat berjamaah dengan memakan bawang merah atau putih menjelang shalat diiqamatkan. Orang yang melakukan hal seperti ini adalah berdosa karena dia telah menipu Allah.

b)- Bagi orang yang merokok, pertama kali dihimbau agar bertakwa kepada Allah mengenai dirinya dan hendaknya dia meninggalkan barang yang buruk dan merugikan tersebut karena Allah telah berfirman: “…dan Allah telah menghalalkan bagi mereka hal-hal yang baik dan mengharamkan semua hal yang buruk dan merugikan” (Al-A’raf: 157).

Setelah dianjurkan untuk menyadari bahwa sesungguhnya dia telah menyakiti kaum muslimin dengan bau rokoknya tersebut di tempat mana saja utamanya di masjid mereka. Nabi r bersabda: “Barang siapa yang menyakiti kaum muslimin di jalan mereka maka dia berhak untuk mendapatkan laknat mereka”.

Jika demikian halnya balasan bagi orang yang menyakiti kaum muslimin di jalanan mereka, bagaimana dengan orang yang menyakiti kaum muslimin di masjid mereka?

Oleh karena itu, berazamlah (bulatkanlah niat) mulai sekarang untuk meninggalkan barang yang merugikan ini. Jika memang Allah melihatmu bersungguh-sungguh dalam niat kuatmu niscaya Allah membantumu dalam mengatasi masalah ini.

Sebagian jama’ah ada yang berdehem saat imam sedang ruku’ atau dia berkata: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”, atau membaca subhanallah dan yang lain agar imam menanti dan menunggunya. Orang ini keliru. Hendaknya dia masuk dengan tenang dan santai serta tidak mengganggu jama’ah dengan ucapan-ucapannya.

Memesan tempat khusus di dalam masjid. Hal semacam ini, banyak kita temui di masjidil Haram dan masjid Nabawi, kita lihat banyak sekali orang yang menggelar sajadahnya hingga tidak ada yang menempati tempat tersebut, padahal dia datang belakangan. Jika ternyata ada yang menempatinya maka dia usir dan dia mengira bahwa tempat tersebut telah dia pesan sebelumnya. Orang yang berbuat seperti ini berdosa karena telah mengusir seseorang dari tempatnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Adapun yang dilakukan kebanyakan manusia dengan menggelar sajadahnya pada hari Jum’at atau yang lainnya sebelum mereka datang ke masjid adalah haram (sesuatu yang dilarang) sesuai kesepakatan ulama. Jika ditanyakan, apakah shalatnya sah? Jawabannya ada dua pendapat karena dia telah berbuat ghasab (merampas) sebidang tempat di masjid dengan menggelar sajadahnya dan melarang orang lain yang ingin shalat di situ. Maka dari itu, datang himbauan kepada orang-orang yang melakukan hal semacam itu: Bertakwalah kalian kepada Allah dalam jiwa kalian dan janganlah mengurangi pahala kalian dengan menyakiti kaum muslimin.

Sebagian orang ada yang mengeraskan suaranya saat menguap, bahkan terkadang diulang-ulangnya hingga mengganggu kawan yang di sebelahnya dan menjadikannya tidak khusyu’. Kepada orang yang tertimpa cobaan seperti ini, hendaknya berusaha menahannya yaitu dengan menutup mulut dengan tangannya. Nabi r bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian menguap, maka hendaknya dia tahan (menutup) mulut dengan tangannya”. (HR. Muslim)

Banyak melakukan gerakan sia-sia dalam shalat. Pemandangan seperti ini sering kita lihat, yaitu sebagian jama’ah menyibukkan dirinya dengan gerakan yang tidak perlu seperti menggaruk-garuk kepalanya atau dadanya dan suatu ketika mempermainkan jari jemarinya dan pada kesempatan yang lain membenahi pakaiannya hingga shalat selesai. Hal semacam ini, menurut para ulama adalah membatalkan shalatnya. Maka dari itu, hendaknya seorang muslim selalu berkonsentrasi dalam shalatnya dan khusyu’ dengan hati dan anggota badannya. Baik itu shalat fardhu atau shalat sunnah karena firman Allah: “Sungguh telah beruntung kaum mukiminin, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalat mereka”. (Al-Mukminun: 1-2)

Sebagian jama’ah ada yang melakukan patroli dengan matanya saat shalat. Suatu ketika melihat tempat kakinya, kemudian pindah ke arah depannya, lalu menengok ke samping, lalu ke atas dan atau melihat jam tangannya. Sedangkan yang disunnahkan adalah hendaknya dia melihat tempat sujudnya, sebagaimana keterangan dari Nabi r, bahwasanya beliau senantiasa melihat tempat sujudnya saat shalat. Tapi saat melakukan tasyahhud, boleh baginya melihat jari telunjuknya jika memang dia menghendakinya, karena hal ini ada keterangan dari Nabi r dan jika mau ia boleh melihat tempat sujudnya.

Demikianlah, semoga Allah berkenan memberikan kita hidayah, taufiq dan inayahNya sehingga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang mendengar suatu perkataan kemudian mempraktekkannya secara maksimal. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya serta setiap orang yang mengikuti sunahnya hingga hari kemudian, Amien Yaa Mujiibas Saa-ilien.

Dari berbagai sumber

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Followers


Recent Comments